BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup manusia. Ayat-ayatdalam Al-Qur’an sudah jelas tentang
segala sesuatu di muka bumi ini, termasuk mengenai proses penciptaan manusia.
Bagaiamana seorang manusia dapat tercipta di dunia ini sebagai makhluk yang
paling mulia di bumi.
Ada ayat-ayat
menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, ada pula ayat-ayat yang
menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat, tembikar, lumpur, sri
pati tanah, sari pati air yang hina, air yang tertumpah , dan mani yang
dipancarkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui mengenai hal tersebut maka
dengan judul proses penciptaan manusia akan kami paparkan bagaimana proses
penciptaan manusia.
Ada orientalis
yang bingung berhadapan dengan sejumlah rumusan yang berbeda-beda menyangkut
penciptaan manusia di dalam Al-Qur’an. Melihat perbedaan itu, orientalis
tersebut menuduh bahwa al-Qur’an tidak konsisten atau kacau. Lagi pulla
pesan-pesan itu diulang-ulang di banyak kesempatan. Bahwa manusia diciptakan
dari tanah dulag-ulang di enam kesempatan, dari tanah liat tujuh kesempatan,
dari tembikar di empat kesempatan, dan dari sari pati air yang hina, air yang
tertumpah, dan mani yang dipancarkan masing-masing satu kali.
Untuk
merespons asumsi-asumsi orientalis seperti di atas, seyogyanya semua ayat dan
hadits yang berhubungan dengan proses penciptaan manusia di kaji.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini yaitu:
1.
Bagaimana proses penciptaan manusia
dimuka bumi ini?
C.
Maksud dan tujuan
Untuk memperjelas
bagaimana proses penciptaan manusia berdasarkan hadits Nabi SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadis tentang
proses penciptaan manusia (LM: 1695)
عَبْدِاللهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَا لَ: حَدَّثَنَا
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ، قَالَ:
إِنَّ أًحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا ثُمَّ
يَكُوْنُ عَلًقًةً مِثْلَ ذًلِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذًلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ
الله مَلًكًا فًيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ لَهُ: اكْتُبْ عَمَلًهُ وَرِزْقَهُ
وَأًجَلَهُ وَشَفِيٌّ أَوْسَعِيْدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ الرُّوحُ فَإِ نَّ الرَّجُلَ
مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةً إِلَّا ذِرَاعٌ،
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كَتَابُهُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَيَعْمَلُ حَتَّى
مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِإٍلَّا ذِرَاعٌ،فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَا
بُ، فًيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
{أخرجه البخا ري
في :٥٩ كتا ب بدء الخلق :٦ با ب ذكر الملا ئكة}
Artinya
“Hadist
Abdullah bin Mas’ud RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada kami – beliau
adalah seorang yang jujur dalam ucapan dan dapat dipercaya wahyu yang dibawanya
- : “sesungguhnya salah seorang di antara kalian itu dikumpulkan penciptaan
dirahim ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah selama
itu juga, kemudian menjadi segumpal daging selama itu juga, kemudian Allah SWT
mengutus malaikat dan diperintahkan empat hal, dikatakan kepadanya: ‘tulislah
amalan, rizki, ajal, dan sengsara atau bahagianya. ‘kemudian ditiupkan ruh
kepadanya, sungguh seseorang di antara kalian ada yang beramal hingga antara ia
dan surga hanya tinggal satu jengkal kemudian takdir mendahuluinya kemudian ia
mengerjakan amalan penghuni neraka. Dan seorang yang beramal hingga antara dia
dan neraka tinggal satu jengkal kemudian takdir mendahuluinya kemudian ia
melakukan amalan penghuni surga.” {Bukhari dan Muslim}
B.
Penjelasan kata
يُجْمَعُ
(dikumpulkan) maksudnya dengan pengumpulan disini adalah penggabungan
sebagiannya dengan sebagian lainnya setelah tercerai berai.
خَلْقَ
(penciptaan) adalah bentuk mashdar yang digunakan untuk mengungkapkan
tentang tubuh.
يُجْمَعُ خَلْقُهُ
فِيْ بَطْنِ أُمِّه
(dikumpulkan
{penciptaannya} di dalam perut ibunya). Al Qurthubi dalam kitab Al-Mufhim
berkata, “maksudnya, mani masuk kedalam rahim ketika memancar dengan kuat
akibat dorongan syahwat sehingga berceceran, lalu Allah menghimpunnya di tempat
anak di dalam rahim.
أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
(selama empat puluh hari) tanpa keraguan. Sedangkan dalam riwayat
Salamah bin Kuhil disebutkan, أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
(empat puluh malam) tanpa keraguan. Kesimpulannya, yang dimaksud adalah
hari dan malamya, atau malam dan harinya.
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَا بُ (lalu ia lalui
oleh ketetapan itu). Dalam riwayat Abu Al Ahwash disebutkan, كِتَا بَةٌ
(catatan). Huruf fa’ pada kalimat فَيَسْبِق (lalu ia didahului) mengisyaratkan hal itu
terjadi secara langsung tanpa jeda. Kata يَسْبِق juga
mengandung makna mendominasi, demikian yang dikatakan oleh Ath-Thaibi. Kata عَلَيْهِ berada pada posisi nashab karena berfungsi sebahai
hal (keterangan kondisi)
C.
Penjelasan
Hadist
عَبْدِاللهِ بْنِ
مَسْعُودٍ (dari
Abdullah). Dia adalah Ibnu Mas’ud. Dalam riwayat Adam disebutkan dengan
redaksi, سَمِعْتُ عَبْدَاللهِ بْنَ مَسْعُوْدٍ (aku
mendengar Abdullah bin Mas’ud).
حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ
(Rasulullah SAW menceritakan kepada kami – dan
beliau adalah orang benar lagi dibenarkan). Ath- Thaibi berkata, “Makna الصَّادِقُ (benar) adalah yang
mengabarkan kebenaran dengan perkataan. Makna الْمَصْدُوقُadalah yang
perkataannya dibenarkan. Atau maknanya adalah yang Allah membenarkan janji-Nya
terdapatnya.”
Abdullah Ibnu mas’ud memberikan pendahuluan seperti ini, karena perkara ini
adalah perkara ghaib yang tidak dapat diketahui kecuai dengan perantara wahyu.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “salah seorang diantara kalian
disempurnakan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari … dan
seterusnya.”
Hadist diatas ini mengandung beberapa hal,
antara lain sebagai berikut:
1.
Penjelasan Fase perkembangan janin
di dalam rahim:
Hadits diatas
ini menunjukkan bahwa janin diciptakan seratus dua puluh hari dalam tiga
tahapan. Setiap tahapan adalah selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari
pertama berupa nuthfah, pada empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah dan
empat puluh hari ketiga berupa mudhghah, dan pada hari ke seratus dua
puluh, malaikat meniupkan ruh kepadanya, lalu dituliskan baginya kalimat. Allah
Ta’ala menyebutkan dalam
kitab-Nya bahwa janin diciptakan dalam fase-fase tersebut, sebagaiamana firman-Nya:
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
“dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al-Mukminun: 12-14)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan empat fase yang disebutkan didalam
hadits, lalu menambahinya dengan fase lainnya sehingga menjadi tujuh fase.
Hikmah dari
penciptaan Adam dengan urutan-urutan diatas sesuai dengan hukum perkembangan
dan tahapan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, walau sesungguhnya
Allah Mahakuasa untuk menciptakannya sekaligus dalam waktu sekejap, adalah agar
adanya kesesuaian penciptaan manusia dengan penciptaan alam yang luas, sesuai
dengan hukum sebab-akibat, pendahuluan dan kesimpulan (mukaddimah dan natijah).
Ini merupakan penjelsan yang paling gambling tentang kekuasaan Allah. Dengan
pentahapan ini Allah mengajarkan kepada para hamba-Nya untuk bertindak tenang
dan tidak tergesa-gesa dalam urusan mereka. Ini juga merupakan pemberitahuan
bahwa jiwa akan meraih kesempurnaan dengan cara bertahap sesuai dengan
bertahapnya jasad dalam penciptaannya dari satu fase ke fase berikutnya hingga
mencapai dewasa. Maka demikian pula yang semestinya berlaku pada pembinaan
akhlak. Jika tidak, maka dia akan berjalan serampangan tanpa arah yang jelas.
2.
Penjelasan
ditiupnya ruh
Para ulama bersepakat bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin setelah
janin berumur seratus dua puluh hari terhitung dari mulai terjadinya pembuahan.
Yaitu ketika usia kehamilan sudah empat bulan dan memasuki bulan yang kelima.
Semua itu benar berdasarkan kenyataan yang dapat disaksikan, maka
semenjak itu ditetapkan hukum-hukum untuk memenuhi kebutuhannya seperti hukum
tentang penyandaran nasabnya dan kewajiban pemberian nafkah. Dan hal itu
diyakinkan dengan bergeraknya janin dalam rahim. Inilah hikmah mengapa istri
yang ditinggal mati suaminya, masa iddahnya selama empat bulan sepuluh hari.
Alasannya ialah untuk meyakinkan bahwa rahimnya benar-benar kosong dari janin
tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kehamilan. Ruh, yang membuat manusia hidup,
adalah urusan Allah sebagaimana firman-Nya,
tRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ÌøBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# wÎ) WxÎ=s% ÇÑÎÈ
“Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. Al-Isra:
85)
Dalam syarah Muslim karangan Imam Nawawi disebutkan bahwa ruh
adalah jasad halus yang mengalir dalam badan dan merambat di dalamnya
sebagaimana merambatnya air didalam batang pohon yang hidup. Dalam kitab Ihya
Ulumuddin Imam Al-Ghazali berkata, “ruh adalah unsur yang berdiri sendiri
yang bekerja di dalam badan.”
3.
Penjelasan
haramnya menggugurkan kandungan
Para ulama bersepakat atas haramnya menggugurkan kandungan (aborsi)
setelah ditiupkanya ruh kedalam janin. Hal itu dipandang sebagai tindakan
criminal yang haram dilakukan oleh seorang muslim. Karena hal itu merupakan
tindakan kejahatan atas orang yang telah hidup dengan sempurna.
Adapun aborsi sebelum ditiupkannya ruh, maka hukumnya haram juga.
Demikianlah pendapat sebagaian para ahli fiqih. Dalil yang menjadi landasan
mereka adalah hadist shahih yan menjelaskan bahwa penciptaan dimulai dari
menetapnya sperma didalam rahim. Imam Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah bin
Usaid, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, yang artinya:
“Jika nuthfah telah melewati empat puluh dua malam – dalam sebagian
riwayat empat puluh sekian malam – Allah mengutus malaikat untuk membentuk
rupanya, menciptalkan pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulang
belulang.”
Dalam kitab Jami’ul Ilmi wal Hikam yang ditulis oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali, hal
42, disebutkan, “sebagian ahli Fiqih merukhsahkan (memberi keringanan) bagi
wanita untuk melakukan aborsi selama ruh belum ditiupkan ke dalam janin dan
menganologikannya dengan azal
pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena janin adalah anak yang sudah
tercipta dan adakalanya sudah berbentuk, sedang azal sama sekali belum
ada wujud janin, tetapi hanya menghalangi terciptanya janin, bahkan jika Allah
berkehendak, azal sama sekali tidak menghalangi untuk terciptanya
bayi.
Dalam Ihya Ulumuddin karangan Al-Ghazali, 2/51 : ‘azal
itu tidak bisa disamakan dengan aborsi dan mengubur anak hidup-hidup karena
kedua tindakan tersebut adalah kejahatan terhadap makhluk yang sudah berwujud,
dan wujudnya memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah tersimpannya nuthfah di dalam rahim dan bercampur dengan ovum
wanita serta siap untuk menerima nyawa, maka merusak benda tersebut merupakan
kejahatan. Apabila nuthfah menjadi ‘alaqah, maka kejahatannya
lebih besar, dan apabila telah ditiupkan ke dalamnya ruh dan menjadi makhluk
yang sempurna, maka kejahatannya pun termasuk ke dalam dosa besar dan puncak
kejahatan adalah membunuh bayi yang sudah keluar dari perut dalam keadaan
hidup.
4.
Penjelasan
tentang Ilmu Allah Ta’ala
Sesungguhnya Allah mengetahui keadaan makhluk sebelum
penciptaannya. Maka, tidak ada satu keadaan pun berupa iman, taat, kafir,
maksiat, bahagia dan celaka kecuali semuanya diketahui oleh Allah dan
berdasarkan kehendak-Nya. Banyak nash dari kitab yang menjelaskan hal itu.
Dalam riwayat Bukhari dari Ali bin Abi Thalib RA dari Nabi SAW berkata, “Tidak ada makhluk yang bernafas
kecuali Allah telah menentukan tempatnya
di surga atau di neraka, telah dituliskan celaka atau bahagia.” Seseorang
bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita berpegang dengan ketentuan tersebut dan
meninggalkan amal?” Nabi menjawab, “Bekerjalah kalian dan setiap orang akan
diberikan kemudahan sesuai dengan yang diciptakan baginya. Adapun orang-orang
yang berbahagia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan kebaikan dan
orang-orang celaka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan yang akan
menghantarkan kepada kecelakaan.”
Kemudian beliau membaca firman Allah,
$¨Br'sù ô`tB 4sÜôãr& 4s+¨?$#ur ÇÎÈ s-£|¹ur 4Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÏÈ
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di
jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),” (Q.S. Al-Lail: 5-6)
Ilmu allah tidak menghalangi kebebasan hamba untuk memilih dan
meraih apa yang mereka inginkan. Karena ilmu adalah sifat yang tidak memiliki
pengaruh. Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk beriman dan taat, melarang
mereka untuk kufur dan maksiat dan itu merupakan bukti bahwa hamba memilki
kebebasan untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena kalau tidak
demikian, maka sia-sialah semua perintah dan larangan-Nya dan ini mustahil bagi
Allah SWT. Allah berfirman,
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢y ÇÊÉÈ
“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya.” (Q.S.
Asy-Syam: 7-10)
5.
Penjelasan
tentang amal dinilai dengan akhirnya
Riwayat bukhari dari Sahal bin Sa’ad dari Nabi SAW, beliau
bersabda, “sesungguhnya amal itu tergantung kepada niatnya.” Artinya
barangsiapa yang baginya dituliskan keimanan dan ketaatan di akhir umurnya,
adakalanya dia kufur dan maksiat pada suatu saat, kemudian Allah memberi taufik
kepadanya dengan keimanan dan ketaatan pada waktu menjelang akhir hayatnya. Dia
meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk surga. Barangsiapa yang telah
ditetapkan baginya kekufuran dan kefasikan di akhir hayatnya. Walau dalam suatu
waktu dia beriman dan taat, kemudian
Allah membiarkannya – dikarenakan usaha, amal dan keinginannya – dia mengatakan
kalimat kekufuran, lalu beramal dengan amal ahli neraka dan meninggal dalam
keadaan demikian, maka dia masuk neraka.
Maka janganlah
seseorang tertipu dangan apa yang tampak dari keadaan seseorang, karena yang
dinilai adalah akhirnya, jangan pula berputus asa atas keadaan seseorang karena
yang dinilai adalah akhir umurnya. Kita memohon kepada Allah keistiqamahan
dalam kebenaran, kebaian dan khusnul khatimah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Hadits ini menunjukkan bahwa janin
diciptakan seratus dua puluh hari dalam tiga tahapan. Setiap tahapan adalah
selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama berupa nuthfah,
pada empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah dan empat puluh hari ketiga
berupa mudhghah, dan pada hari ke seratus dua puluh, malaikat meniupkan
ruh kepadanya, lalu dituliskan baginya kalimat.
2.
Para
ulama bersepakat bahwa ruh diupkan ke dalam janin setelah janin berumur seratus
dua puluh hari terhitung dari mulai terjadinya pembuahan. Yaitu ketika usia
kehamilan sudah empat bulan dan memasuki bulan yang kelima.
3.
Para
ulama bersepakat atas haramnya menggugurkan kandungan (aborsi) setelah
ditiupkanya ruh kedalam janin. Hal itu dipandang sebagai tindakan criminal yang
haram dilakukan oleh seorang muslim. Karena hal itu merupakan tindakan
kejahatan atas orang yang telah hidup dengan sempurna.
4.
Sesungguhnya
Allah mengetahui keadaan makhluk sebelum penciptaannya. Maka, tidak ada satu
keadaan pun berupa iman, taat, kafir, maksiat, bahagia dan celaka kecuali
semuanya diketahui oleh Allah dan berdasarkan kehendak-Nya.
5.
Allah
Ta’ala telah memerintahkan kita
untuk beriman kepada Allah dan menaati-Nya, serta melarang kitauntuk kufur dan
bermaksiat kepada-Nya. Itulah yang dibebankan kepada kita. Sedangkan apa yang
Allah tetapkan atas kita dari kebaikan dan keburukan adalah sesuatu yang tidak
diketahui dan kitatidak diberi ilmu tentangnya, juga tidak akan diminta
pertanggungjawaban dari hal itu. Orang-orang yang seat, kafir dan fasik tidak
bisa berdalih dengan takdir, ketepan dan kehendak Allah sebelum ketetapan itu
terjadi.
B.
Saran
Makalah yang
kami sajikan ini masih banyak terdapat kekurangan, baik itu dari segi materi dan bahan referensi
yang kami gunakan. jadi di sini kami sebagai pembuat makalah ini sangat
mengharapkan kritikan yang bersifat membangun, guna kemajuan kami dalam membuat
makalah yang berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar