Makalah Tahapan penciptaan manusia

on Kamis, 04 April 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia. Ayat-ayatdalam Al-Qur’an sudah jelas tentang segala sesuatu di muka bumi ini, termasuk mengenai proses penciptaan manusia. Bagaiamana seorang manusia dapat tercipta di dunia ini sebagai makhluk yang paling mulia di bumi.
Ada ayat-ayat menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, ada pula ayat-ayat yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat, tembikar, lumpur, sri pati tanah, sari pati air yang hina, air yang tertumpah , dan mani yang dipancarkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui mengenai hal tersebut maka dengan judul proses penciptaan manusia akan kami paparkan bagaimana proses penciptaan manusia.
Ada orientalis yang bingung berhadapan dengan sejumlah rumusan yang berbeda-beda menyangkut penciptaan manusia di dalam Al-Qur’an. Melihat perbedaan itu, orientalis tersebut menuduh bahwa al-Qur’an tidak konsisten atau kacau. Lagi pulla pesan-pesan itu diulang-ulang di banyak kesempatan. Bahwa manusia diciptakan dari tanah dulag-ulang di enam kesempatan, dari tanah liat tujuh kesempatan, dari tembikar di empat kesempatan, dan dari sari pati air yang hina, air yang tertumpah, dan mani yang dipancarkan masing-masing satu kali.
Untuk merespons asumsi-asumsi orientalis seperti di atas, seyogyanya semua ayat dan hadits yang berhubungan dengan proses penciptaan manusia di kaji.
B.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana proses penciptaan manusia dimuka bumi ini?

C.     Maksud dan tujuan
Untuk memperjelas bagaimana proses penciptaan manusia berdasarkan hadits Nabi SAW.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadis tentang proses penciptaan manusia (LM: 1695)
عَبْدِاللهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَا لَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ، قَالَ: إِنَّ أًحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُوْنُ عَلًقًةً مِثْلَ ذًلِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذًلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ الله مَلًكًا فًيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ لَهُ: اكْتُبْ عَمَلًهُ وَرِزْقَهُ وَأًجَلَهُ وَشَفِيٌّ أَوْسَعِيْدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ الرُّوحُ فَإِ نَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةً إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كَتَابُهُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِإٍلَّا ذِرَاعٌ،فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَا بُ، فًيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ 
{أخرجه البخا ري في :٥٩ كتا ب بدء الخلق :٦ با ب ذكر الملا ئكة}
                   Artinya
“Hadist Abdullah bin Mas’ud RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada kami – beliau adalah seorang yang jujur dalam ucapan dan dapat dipercaya wahyu yang dibawanya - : “sesungguhnya salah seorang di antara kalian itu dikumpulkan penciptaan dirahim ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi segumpal daging selama itu juga, kemudian Allah SWT mengutus malaikat dan diperintahkan empat hal, dikatakan kepadanya: ‘tulislah amalan, rizki, ajal, dan sengsara atau bahagianya. ‘kemudian ditiupkan ruh kepadanya, sungguh seseorang di antara kalian ada yang beramal hingga antara ia dan surga hanya tinggal satu jengkal kemudian takdir mendahuluinya kemudian ia mengerjakan amalan penghuni neraka. Dan seorang yang beramal hingga antara dia dan neraka tinggal satu jengkal kemudian takdir mendahuluinya kemudian ia melakukan amalan penghuni surga.” {Bukhari dan Muslim}
B.     Penjelasan  kata

يُجْمَعُ (dikumpulkan) maksudnya dengan pengumpulan disini adalah penggabungan sebagiannya dengan sebagian lainnya setelah tercerai berai.
خَلْقَ (penciptaan) adalah bentuk mashdar yang digunakan untuk mengungkapkan tentang tubuh.
يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّه (dikumpulkan {penciptaannya} di dalam perut ibunya). Al Qurthubi dalam kitab Al-Mufhim berkata, “maksudnya, mani masuk kedalam rahim ketika memancar dengan kuat akibat dorongan syahwat sehingga berceceran, lalu Allah menghimpunnya di tempat anak di dalam rahim.
أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا (selama empat puluh hari) tanpa keraguan. Sedangkan dalam riwayat Salamah bin Kuhil disebutkan, أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً  (empat puluh malam) tanpa keraguan. Kesimpulannya, yang dimaksud adalah hari dan malamya, atau malam dan harinya.
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَا بُ (lalu ia lalui oleh ketetapan itu). Dalam riwayat Abu Al Ahwash disebutkan, كِتَا بَةٌ (catatan). Huruf fa’ pada kalimat فَيَسْبِق (lalu ia didahului) mengisyaratkan hal itu terjadi secara langsung tanpa jeda. Kata يَسْبِق juga mengandung makna mendominasi, demikian yang dikatakan oleh Ath-Thaibi. Kata عَلَيْهِ berada pada posisi nashab karena berfungsi sebahai hal (keterangan kondisi)
C.    Penjelasan Hadist

عَبْدِاللهِ بْنِ مَسْعُودٍ (dari Abdullah). Dia adalah Ibnu Mas’ud. Dalam riwayat Adam disebutkan dengan redaksi, سَمِعْتُ عَبْدَاللهِ بْنَ مَسْعُوْدٍ  (aku mendengar Abdullah bin Mas’ud).
حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ
(Rasulullah SAW menceritakan kepada kami – dan beliau adalah orang benar lagi dibenarkan). Ath- Thaibi berkata, “Makna الصَّادِقُ  (benar) adalah yang mengabarkan kebenaran dengan perkataan. Makna  الْمَصْدُوقُadalah yang perkataannya dibenarkan. Atau maknanya adalah yang Allah membenarkan janji-Nya terdapatnya.” Abdullah Ibnu mas’ud memberikan pendahuluan seperti ini, karena perkara ini adalah perkara ghaib yang tidak dapat diketahui kecuai dengan perantara wahyu. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “salah seorang diantara kalian disempurnakan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari … dan seterusnya.” 
Hadist diatas ini mengandung beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1.      Penjelasan Fase perkembangan janin di dalam rahim:
Hadits diatas ini menunjukkan bahwa janin diciptakan seratus dua puluh hari dalam tiga tahapan. Setiap tahapan adalah selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama berupa nuthfah, pada empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah dan empat puluh hari ketiga berupa mudhghah, dan pada hari ke seratus dua puluh, malaikat meniupkan ruh kepadanya, lalu dituliskan baginya kalimat. Allah Ta’ala  menyebutkan dalam kitab-Nya bahwa janin diciptakan dalam fase-fase tersebut, sebagaiamana firman-Nya:
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ   §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ   ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sƒø:$# ÇÊÍÈ  
“dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al-Mukminun: 12-14)
                Dalam ayat ini Allah menyebutkan empat fase yang disebutkan didalam hadits, lalu menambahinya dengan fase lainnya sehingga menjadi tujuh fase.
            Hikmah dari penciptaan Adam dengan urutan-urutan diatas sesuai dengan hukum perkembangan dan tahapan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, walau sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk menciptakannya sekaligus dalam waktu sekejap, adalah agar adanya kesesuaian penciptaan manusia dengan penciptaan alam yang luas, sesuai dengan hukum sebab-akibat, pendahuluan dan kesimpulan (mukaddimah dan natijah). Ini merupakan penjelsan yang paling gambling tentang kekuasaan Allah. Dengan pentahapan ini Allah mengajarkan kepada para hamba-Nya untuk bertindak tenang dan tidak tergesa-gesa dalam urusan mereka. Ini juga merupakan pemberitahuan bahwa jiwa akan meraih kesempurnaan dengan cara bertahap sesuai dengan bertahapnya jasad dalam penciptaannya dari satu fase ke fase berikutnya hingga mencapai dewasa. Maka demikian pula yang semestinya berlaku pada pembinaan akhlak. Jika tidak, maka dia akan berjalan serampangan tanpa arah yang jelas.
2.      Penjelasan ditiupnya ruh
Para ulama bersepakat bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin setelah janin berumur seratus dua puluh hari terhitung dari mulai terjadinya pembuahan. Yaitu ketika usia kehamilan sudah empat bulan dan memasuki bulan yang kelima.
Semua itu benar berdasarkan kenyataan yang dapat disaksikan, maka semenjak itu ditetapkan hukum-hukum untuk memenuhi kebutuhannya seperti hukum tentang penyandaran nasabnya dan kewajiban pemberian nafkah. Dan hal itu diyakinkan dengan bergeraknya janin dalam rahim. Inilah hikmah mengapa istri yang ditinggal mati suaminya, masa iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. Alasannya ialah untuk meyakinkan bahwa rahimnya benar-benar kosong dari janin tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kehamilan. Ruh, yang membuat manusia hidup, adalah urusan Allah sebagaimana firman-Nya,
štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ̍øBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ    
 Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. Al-Isra: 85)
Dalam syarah Muslim karangan Imam Nawawi disebutkan bahwa ruh adalah jasad halus yang mengalir dalam badan dan merambat di dalamnya sebagaimana merambatnya air didalam batang pohon yang hidup. Dalam kitab Ihya Ulumuddin Imam Al-Ghazali berkata, “ruh adalah unsur yang berdiri sendiri yang bekerja di dalam badan.”
3.      Penjelasan haramnya menggugurkan kandungan
Para ulama bersepakat atas haramnya menggugurkan kandungan (aborsi) setelah ditiupkanya ruh kedalam janin. Hal itu dipandang sebagai tindakan criminal yang haram dilakukan oleh seorang muslim. Karena hal itu merupakan tindakan kejahatan atas orang yang telah hidup dengan sempurna.
Adapun aborsi sebelum ditiupkannya ruh, maka hukumnya haram juga. Demikianlah pendapat sebagaian para ahli fiqih. Dalil yang menjadi landasan mereka adalah hadist shahih yan menjelaskan bahwa penciptaan dimulai dari menetapnya sperma didalam rahim. Imam Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah bin Usaid, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, yang artinya:
“Jika nuthfah telah melewati empat puluh dua malam – dalam sebagian riwayat empat puluh sekian malam – Allah mengutus malaikat untuk membentuk rupanya, menciptalkan pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulang belulang.”
Dalam kitab Jami’ul Ilmi wal Hikam  yang ditulis oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali, hal 42, disebutkan, “sebagian ahli Fiqih merukhsahkan (memberi keringanan) bagi wanita untuk melakukan aborsi selama ruh belum ditiupkan ke dalam janin dan menganologikannya dengan azal pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena janin adalah anak yang sudah tercipta dan adakalanya sudah berbentuk, sedang azal sama sekali belum ada wujud janin, tetapi hanya menghalangi terciptanya janin, bahkan jika Allah berkehendak, azal sama sekali tidak menghalangi untuk terciptanya bayi.
Dalam Ihya Ulumuddin karangan Al-Ghazali, 2/51 : ‘azal itu tidak bisa disamakan dengan aborsi dan mengubur anak hidup-hidup karena kedua tindakan tersebut adalah kejahatan terhadap makhluk yang sudah berwujud, dan wujudnya memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah tersimpannya  nuthfah  di dalam rahim dan bercampur dengan ovum wanita serta siap untuk menerima nyawa, maka merusak benda tersebut merupakan kejahatan. Apabila  nuthfah  menjadi ‘alaqah, maka kejahatannya lebih besar, dan apabila telah ditiupkan ke dalamnya ruh dan menjadi makhluk yang sempurna, maka kejahatannya pun termasuk ke dalam dosa besar dan puncak kejahatan adalah membunuh bayi yang sudah keluar dari perut dalam keadaan hidup.
4.      Penjelasan tentang Ilmu Allah Ta’ala
Sesungguhnya Allah mengetahui keadaan makhluk sebelum penciptaannya. Maka, tidak ada satu keadaan pun berupa iman, taat, kafir, maksiat, bahagia dan celaka kecuali semuanya diketahui oleh Allah dan berdasarkan kehendak-Nya. Banyak nash dari kitab yang menjelaskan hal itu. Dalam riwayat Bukhari dari Ali bin Abi Thalib RA dari Nabi SAW  berkata, “Tidak ada makhluk yang bernafas kecuali Allah  telah menentukan tempatnya di surga atau di neraka, telah dituliskan celaka atau bahagia.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita berpegang dengan ketentuan tersebut dan meninggalkan amal?” Nabi menjawab, “Bekerjalah kalian dan setiap orang akan diberikan kemudahan sesuai dengan yang diciptakan baginya. Adapun orang-orang yang berbahagia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan kebaikan dan orang-orang celaka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan yang akan menghantarkan kepada kecelakaan.”
Kemudian beliau membaca firman Allah,
$¨Br'sù ô`tB 4sÜôãr& 4s+¨?$#ur ÇÎÈ   s-£|¹ur 4Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÏÈ  
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),” (Q.S. Al-Lail: 5-6)
Ilmu allah tidak menghalangi kebebasan hamba untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena ilmu adalah sifat yang tidak memiliki pengaruh. Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk beriman dan taat, melarang mereka untuk kufur dan maksiat dan itu merupakan bukti bahwa hamba memilki kebebasan untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena kalau tidak demikian, maka sia-sialah semua perintah dan larangan-Nya dan ini mustahil bagi Allah SWT. Allah berfirman,
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ   $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ   ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ   ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ    
“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syam: 7-10)
5.      Penjelasan tentang amal dinilai dengan akhirnya
Riwayat bukhari dari Sahal bin Sa’ad dari Nabi SAW, beliau bersabda, “sesungguhnya amal itu tergantung kepada niatnya.” Artinya barangsiapa yang baginya dituliskan keimanan dan ketaatan di akhir umurnya, adakalanya dia kufur dan maksiat pada suatu saat, kemudian Allah memberi taufik kepadanya dengan keimanan dan ketaatan pada waktu menjelang akhir hayatnya. Dia meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk surga. Barangsiapa yang telah ditetapkan baginya kekufuran dan kefasikan di akhir hayatnya. Walau dalam suatu waktu  dia beriman dan taat, kemudian Allah membiarkannya – dikarenakan usaha, amal dan keinginannya – dia mengatakan kalimat kekufuran, lalu beramal dengan amal ahli neraka dan meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk neraka.
            Maka janganlah seseorang tertipu dangan apa yang tampak dari keadaan seseorang, karena yang dinilai adalah akhirnya, jangan pula berputus asa atas keadaan seseorang karena yang dinilai adalah akhir umurnya. Kita memohon kepada Allah keistiqamahan dalam kebenaran, kebaian dan khusnul khatimah.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Hadits ini menunjukkan bahwa janin diciptakan seratus dua puluh hari dalam tiga tahapan. Setiap tahapan adalah selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama berupa nuthfah, pada empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah dan empat puluh hari ketiga berupa mudhghah, dan pada hari ke seratus dua puluh, malaikat meniupkan ruh kepadanya, lalu dituliskan baginya kalimat.
2.      Para ulama bersepakat bahwa ruh diupkan ke dalam janin setelah janin berumur seratus dua puluh hari terhitung dari mulai terjadinya pembuahan. Yaitu ketika usia kehamilan sudah empat bulan dan memasuki bulan yang kelima.
3.      Para ulama bersepakat atas haramnya menggugurkan kandungan (aborsi) setelah ditiupkanya ruh kedalam janin. Hal itu dipandang sebagai tindakan criminal yang haram dilakukan oleh seorang muslim. Karena hal itu merupakan tindakan kejahatan atas orang yang telah hidup dengan sempurna.
4.      Sesungguhnya Allah mengetahui keadaan makhluk sebelum penciptaannya. Maka, tidak ada satu keadaan pun berupa iman, taat, kafir, maksiat, bahagia dan celaka kecuali semuanya diketahui oleh Allah dan berdasarkan kehendak-Nya.
5.      Allah Ta’ala  telah memerintahkan kita untuk beriman kepada Allah dan menaati-Nya, serta melarang kitauntuk kufur dan bermaksiat kepada-Nya. Itulah yang dibebankan kepada kita. Sedangkan apa yang Allah tetapkan atas kita dari kebaikan dan keburukan adalah sesuatu yang tidak diketahui dan kitatidak diberi ilmu tentangnya, juga tidak akan diminta pertanggungjawaban dari hal itu. Orang-orang yang seat, kafir dan fasik tidak bisa berdalih dengan takdir, ketepan dan kehendak Allah sebelum ketetapan itu terjadi.
B.     Saran
Makalah yang kami sajikan ini masih banyak terdapat kekurangan,  baik itu dari segi materi dan bahan referensi yang kami gunakan. jadi di sini kami sebagai pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritikan yang bersifat membangun, guna kemajuan kami dalam membuat makalah yang berikutnya.
  





0 komentar:

Posting Komentar